\
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Uwais Al Qorni dengan baik.
Adapun makalah Uwais Al Qarni ini
telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak
lupa menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu,
kami menyadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki laporan ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan
semoga dari makalah Uwais Al Qarni ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Jakarta,19 November 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar
...........................................................................................................................2
Daftar isi ....................................................................................................................................3
Bab 1
Pendahuluan
..............................................................................................................................4
Bab 2
Pembahasan
...............................................................................................................................5
Bab 3
Penutup
....................................................................................................................................18
Daftar pustaka
.........................................................................................................................19
BAB
1
PENDAHULUAN
Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti
ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia
justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa'at, ternyata
Allah memberi izin dia untuk memberi syafa'at sejumlah qobilah Robi'ah dan
qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia
adalah "ABdul Basit". Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin,
banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang
membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha' negeri Kuffah,
karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tetapi tak
berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan
lagi olehnya seraya berkata, "Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh
aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari
mencuri".
Siapakah orang
itu ? ya dia adalah uwais al qorni yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
BAB
2
PEMBAHASAN
1.
Kelahiran
Uwais Al Qorni
Uwais
Al Qarni adalah seorang sufi yang lahir di sebuah desa terpencil bernama Qaran
di dekat Nejed, anak dari Amir, sehingga dia mempunyai nama lengkap Uwais bin
Amir Al Qairani, karena beliau lahir dilahirkan di desa yang bernama Qaran,
sehingga beliau lebih di kenal dengan sebutan Uwais Al Qarni. Lahir di jazirah
arab, tahun 594 masehi.
Di
kalangan para sufi beliau dikenal sebagai seorang yang ta’at dan berbakti
kepada kedua orang tua, dan kehidupannya yang amat sederhana dan zuhud yang
sejati, beliau juga dikenal sebagai orang sufi yang mempunyai ilmu kesucian
diri yang amat luar biasa yang dilimpahkan Allah SWT kepadanya. Pada zaman Nabi
Muhammad saw, ada seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni. Ia tinggal di negeri
Yaman. Uwais adalah seorang yang terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais
Al Qarni adalah seorang anak yatim. Bapaknya sudah lama meninggal dunia. Ia
hidup bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah
buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai sanak famili sama sekali.
Rasulullah
Saw. melanjutkan penjelasannya tentang sifat Uwais al-Qarni. Beliau bersabda,
”Wahai Abu Hurairah ! Sesungguhnya Allah mencintai dari makhluk-makhlukNya yang
bersih hatinya, yang tersembunyi, yang baik-baik, rambutnya acak-acakan,
wajahnya berdebu, yang kosong perutnya kecuali dari hasil pekerjaan yang halal,
orang-orang yang apabila meminta izin kepada para penguasa maka tidak
diizinkan, jika melamar wanita-wanita yang menawan maka mereka tidak mau
menikah. Jika tidak ada mereka tidak dicari. Ketika hadir, mereka tidak
diundang. Jika muncul, kemunculannya tidak disikapi dengan kegembiraan. Apabila
sakit, mereka tidak dijenguk. Dan jika mati, tidak dihadiri prosesi
pemakamannya.”
Para
sahabat bertanya,”Bagaimana kita dapat menjadi bagian dari mereka ?”
Rasul
menjawab,”Orang itu adalah Uwais al-Qarni.”
Para
sahabat bertanya,”Bagaimana ciri-ciri orang yang bernama Uwais al-Qarni ?”
Rasul
menjawab,”Seorang yang warna bola matanya bercampur, mempunyai warna
kekuning-kuningan, berbahu lebar, berbadan tegap, warna kulitnya terang,
dagunya sejajar dengan dadanya, menundukkan dagunya ketempat sujudnya,
meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya, membaca al-Qur’an lalu
menangis, mengenakan sarung dari wol, pakaian atasnya dari wol, tidak dikenal
penghuni bumi, terkenal dikalangan penghuni langit, apabila bersumpah atas nama
Allah maka ia pasti memenuhi sumpahnya. Sungguh dibawah bahu kirinya ada cahaya
berwarna putih. Sungguh, ketika hari kiamat diperintahkan kepada para hamba,
”Masuklah kalian ke dalam surga”.
2.
Pandangan
rasulullah terhadap uwais
Rasulullah
-shalallahu alaihi wassalam- menggambarkan tentang Uwais Al Qarni, beliau
bersabda, "Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya Allah mencintai di antara
makhlukNya para sahabat yang tersembunyi (tidak terkenal) dan taat, rambut
mereka kusut, wajah mereka penuh debu, dan perut mereka kosong kecuali dari
harta yang halal.
Mereka
adalah orang-orang yang apabila meminta izin kepada para penguasa tidak akan
diizinkan, apabila melamar wanita wanita kaya tidak akan dinikahkan, apabila
tidak hadir tidak akan dicari-cari, apabila hadir tidak akan dipanggil, apabila
mereka muncul maka kemunculannya itu tidak akan membuat senang, apabila sakit
tidak dijenguk dan apabila meninggal dunia tidak disaksikan."
Para
sahabat bertanya, "wahai Rasulullah, bagaimana hubungan kami dengan salah
seorang dari mereka?"
Rasulullah
-shalallahu alaihi wassalam-menjawab, "Dia adalah Uwais Al Qarni."
Mereka
bertanya lagi, "Siapakah Uwais Al Qarni?"
Rasulullah
bersabda, "Dia adalah seorang laki laki yang bermata biru, berambut
pirang, dadanya bidang, perawakannya sedang, dan kulitnya sawo matang. Dia
senantiasa menundukkan pandangannya, menaruh dagunya di tempat sujud,
meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya sambil membaca Al Quran lalu
menangisi dirinya sendiri.
Dia
mengenakan pakaian dan mantel dari kain wol, tidak dikenal di kalangan penduduk
bumi, namun sangat terkenal di kalangan penghuni langit. Apabila dia bersumpah
dengan nama Allah maka dia pasti melaksanakannya dengan benar. Di bawah bahu
sebelah kirinya ada bintik putih.
Pada
hari kiamat kelak akan dikatakan kepada hamba hamba Allah, 'Masuklah kalian ke
dalam surga.' Namun dikatakan kepada Uwais, 'Berhentilah dan berikanlah
syafaat.' Lalu dia meminta syafaat kepada Allah untuk orang orang yang
jumlahnya sama dengan suku Rabiah dan Mudhar.
Wahai
Umar, wahai Ali, jika kalian berdua bertemu dengannya maka mintalah dia supaya
memohonkan ampunan bagi kalian berdua, niscaya Allah akan mengampuni kalian
berdua." [Al Hilyah, Abu Nu'man (II/81-82)
3.
Uwais
yang taat kepada ibunya
Dari hadits rasulullah di atas menunjukkan
bahwa beliau memiliki banyak keutamaan dan kemuliaan, sampai-sampai doanya
selalu dikabulkan oleh Allah ta'ala. Lantas apa yang membuatnya menjadi seperti
itu??
Ya, hal itu disebabkan karena Uwais Al Qarni sangat berbakti kepada orangtuanya terutama pada Ibunya. Salah satu kisahnya yang paling terkenal adalah saat menggendong ibunya dari Yaman ke Mekkah. Berikut ceritanya..
Dahulu Uwais hanya memiliki ibu yang sudah tua. Apapun permintaan dan keinginan sang ibu selalu ia turuti. Hanya satu permintaan ibunya yang kala itu sulit sekali ia turuti, yaitu pergi haji
Zaman dulu jika harus pergi ke Makkah maka harus melewati gurun pasir yang tandus, panas dan membutuhkan kendaraan serta bekal yang banyak untuk menuju Makkah. Maka dari itu Uwais sangat kebingungan, di sisi lain ia adalah orang yang sangat miskin dan tidak mempunyai perbekalan serta kendaraan untuk menghajikan ibunya.
Namun Dia tetap ingin menuruti permintaan ibunya. Uwais terus berpikir dan mencari cara agar bisa menuruti permintaan ibunya tersebut. Akhirnya ia menemukan cara yang sangat nekat. Uwais membeli seekor lembu dan membuat kandang di bukit. Setiap hari Uwais menggendong lembu tersebut dari bawah sampai ke bukit, sehingga banyak yang mengira Uwais sudah gila.
Tapi, tahukah Antum untuk apa Uwais melakukan hal tersebut? Ternyata hal itu dilakukannya sebagai bentuk latihan agar kuat menggendong ibunya ke Makkah. Subhanaallah..
Delapan bulan berlalu, lembu itu semakin gemuk dan ototnya Uwais pun semakin kuat. Tibalah waktu musim haji, Uwais mendatangi ibunya dan menyanggupi permintaannya. Namun ibunya benar-benar tidak mengira kalau Uwais akan menggendongnya sampai Makkah. Baginya ini cara yang sangat nekat.
Akhirnya Uwais menggendong ibunya yang sudah lumpuh tersebut dari Yaman ke Makkah untuk melaksanakan haji. Subhanallah, perjalanan yang sulit ia tempuh demi baktinya pada sang ibu. Uwais berjalan dengan tegap dan kuat sampai ke Makkah bahkan ketika tawaf pun Uwais tetap menggendong ibunya. Sang ibu sangat terharu dan menangis karena telah melihat Ka'bah. Di hadapan Ka'bah Uwais al Qarni berdoa, "Ya Allah ampunilah semua dosa ibuku."
Ibunya pun bertanya, "Bagaimana dengan dosamu?"
"Dengan terampuninya dosa ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari ibu yang akan membawaku ke surga." Jawab Uwais dengan tulus dan ikhlas.
Allah memberikan karuniaNya kepada Uwais, kesembuhan pada penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih pada tengkuknya (ada yang mengatakan pada telapak tangan). Hal itu sebagai tanda agar Uwais mudah dikenali sesuai sabda Nabi kepada Umar dan Ali, bahwa kelak mereka akan bertemu dengan pemuda yang mempunyai tanda bulat putih pada telapak tangannya, yaitu Uwais al Qarni.
Ya, hal itu disebabkan karena Uwais Al Qarni sangat berbakti kepada orangtuanya terutama pada Ibunya. Salah satu kisahnya yang paling terkenal adalah saat menggendong ibunya dari Yaman ke Mekkah. Berikut ceritanya..
Dahulu Uwais hanya memiliki ibu yang sudah tua. Apapun permintaan dan keinginan sang ibu selalu ia turuti. Hanya satu permintaan ibunya yang kala itu sulit sekali ia turuti, yaitu pergi haji
Zaman dulu jika harus pergi ke Makkah maka harus melewati gurun pasir yang tandus, panas dan membutuhkan kendaraan serta bekal yang banyak untuk menuju Makkah. Maka dari itu Uwais sangat kebingungan, di sisi lain ia adalah orang yang sangat miskin dan tidak mempunyai perbekalan serta kendaraan untuk menghajikan ibunya.
Namun Dia tetap ingin menuruti permintaan ibunya. Uwais terus berpikir dan mencari cara agar bisa menuruti permintaan ibunya tersebut. Akhirnya ia menemukan cara yang sangat nekat. Uwais membeli seekor lembu dan membuat kandang di bukit. Setiap hari Uwais menggendong lembu tersebut dari bawah sampai ke bukit, sehingga banyak yang mengira Uwais sudah gila.
Tapi, tahukah Antum untuk apa Uwais melakukan hal tersebut? Ternyata hal itu dilakukannya sebagai bentuk latihan agar kuat menggendong ibunya ke Makkah. Subhanaallah..
Delapan bulan berlalu, lembu itu semakin gemuk dan ototnya Uwais pun semakin kuat. Tibalah waktu musim haji, Uwais mendatangi ibunya dan menyanggupi permintaannya. Namun ibunya benar-benar tidak mengira kalau Uwais akan menggendongnya sampai Makkah. Baginya ini cara yang sangat nekat.
Akhirnya Uwais menggendong ibunya yang sudah lumpuh tersebut dari Yaman ke Makkah untuk melaksanakan haji. Subhanallah, perjalanan yang sulit ia tempuh demi baktinya pada sang ibu. Uwais berjalan dengan tegap dan kuat sampai ke Makkah bahkan ketika tawaf pun Uwais tetap menggendong ibunya. Sang ibu sangat terharu dan menangis karena telah melihat Ka'bah. Di hadapan Ka'bah Uwais al Qarni berdoa, "Ya Allah ampunilah semua dosa ibuku."
Ibunya pun bertanya, "Bagaimana dengan dosamu?"
"Dengan terampuninya dosa ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari ibu yang akan membawaku ke surga." Jawab Uwais dengan tulus dan ikhlas.
Allah memberikan karuniaNya kepada Uwais, kesembuhan pada penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih pada tengkuknya (ada yang mengatakan pada telapak tangan). Hal itu sebagai tanda agar Uwais mudah dikenali sesuai sabda Nabi kepada Umar dan Ali, bahwa kelak mereka akan bertemu dengan pemuda yang mempunyai tanda bulat putih pada telapak tangannya, yaitu Uwais al Qarni.
4.
Kisah
mengharukan uwais dengan Umar bin khattab
Setelah beberapa tahun yang lalu, apabila telah
datang kepada Umar sekelompok dari Yaman, beliau selalu bertanya, "Apakah
di antara kalian ada yang bernama Uwais bin Amir?" Umar benar-benar tidak pernah
lupa akan sabda nabi shalallahu alaihi wassalam. Oleh karenanya Umar selalu
mengkhususkan pertanyaan dengan menyebut namanya langsung kepada penduduk dari
Yaman.
Hingga akhirnya Umar ditaqdirkan Allah untuk bertemu Uwais yang zuhud. Saat utusan dari Yaman datang kepadanya, dia kembali bertanya, "Apakah di antara kalian ada yang bernama Uwais bin Amir?" Mereka menjawab, "ya." Lalu Umar pun berjalan mendatangi Uwais dan bertanya, "Apakah engkau Uwais bin Amir?"
Dia menjawab, "Ya."
Umar bertanya lagi, "Dari Bani Murad kemudian Bani Qaran?"
Uwais menjawab, "Ya."
Umar bertanya lagi, "Apakah engkau pernah terkena penyakit belang, lalu Allah menyembuhkannya kecuali yang tersisa hanya sebesar dirham?"
Uwais menjawab, "ya"
Umar bertanya lagi, "Apakah engkau memiliki Ibu?" Uwais menjawab, "ya."
Umar Bin Khattab pun berkata, "Aku mendengar Rasulullah -shalallahu alaihi wassalam- bersabda , 'Akan datang kepada Uwais bin Amir bersama utusan yang datang dari Yaman dari Bani Murad, dia memiliki penyakit belang lalu Allah menyembuhkannya kecuali yang tersisa hanya sebesar dirham, dia memiliki seorang ibu yang sangat dia taati dan dia perlakukan dengan baik.
Apabila dia bersumpah atas nama Allah maka dia akan melaksanakannya dengan benar, jika engkau mampu untuk meminta kepadanya agar dia memohonkan ampunan untukmu, maka lakukanlah.'
Dari hadits nabi di atas, maka Umar memohon agar Uwais mau mendoakan ampunan untuknya. Umar berkata, "Mohonkanlah ampunan untukku wahai Uwais."
Uwais menjawab, "Apakah pantas orang sepertiku memohonkan ampunan untuk orang sepertimu wahai Amirul Mukminin?"
Namun Umar terus mengulangi permohonannya. Maka Uwais pun memohonkan ampunan untuknya seraya berdoa, " Ya Allah ampunilah Umar Bin Khattab."
Kemudian Umar Bin Khattab kembali bertanya, "Kemana engkau akan pergi ?"
Uwais menjawab, "Aku akan pergi ke Kufah."
Umar berkata, "Bolehkah aku menuliskan surat untukmu kepada penguasa di sana?"
Uwais menjawab, "Aku lebih senang jika berada di antara orang-orang awam yang tidak terkenal di sana."
Lalu Umar melanjutkan perkataannya kepada Uwais, "Siapakah orang yang engkau tinggalkan di Yaman?"
Uwais menjawab, "Aku meninggalkan ibuku." Kemudian Umar terus mendesak lagi untuk memohonkan ampunan baginya,
Umar pun berkata kepada Uwais, "Sejak hari ini engkau adalah saudaraku maka janganlah engkau meninggalkan aku."
Pada saat itu Uwais melepaskan diri dari tangan Umar dan pergi ke Kufah untuk mencari rezeki serta mendekatkan diri kepada majelis para ulama dan orang-orang zuhud di negeri Irak.
Ketika Uwais hendak meninggalkan Umar bin Khattab untuk pergi ke Kufah, Umar bin Khattab berkata kepadanya, "Tetaplah di tempatmu, semoga Allah merahmatimu. Sampai aku masuk ke Makkah lalu memberimu tunjangan hidup dari harta pemberian pribadiku dan beberapa helai pakaian dari pakaian milikku."
Kemudian Umar menyakinkan lagi seraya berkata, "Tunggulah di sini wahai Uwais, tempat ini tempat perjanjian antara aku dan engkau."
Maka Uwais berkata, "Wahai Amirul Mukminin, tidak ada tempat perjanjian antara aku dan engkau, aku tidak yakin engkau akan mengenali aku lagi setelah hari ini, apa yang dapat aku lakukan dengan tunjangan itu wahai Amirul Mukminin dan apa yang dapat aku lakukan dengan pakaian itu? Bukankah engkau melihat saat ini aku mengenakan pakaian dari mantel kain wol? Pada saat engkau bertemu aku lagi, bisa jadi aku telah merobeknya, bukankah engkau melihat kedua sandalku ini ditambal? Pada saat engkau bertemu aku lagi, bisa jadi keduanya telah usang.
Wahai Amirul Mukminin di antara aku dan engkau ada rintangan yang menghalangi dan tidak dapat dilampaui kecuali orang yang kurus dan memiliki sedikit harta, maka jadikanlah aku orang yang sedikit hartanya. Semoga Allah merahmatimu wahai Amirul Mukminin, engkau dan aku akan berpisah di tempat ini."
Lalu Umar pun pergi ke Mekkah seraya mengucapkan salam perpisahan kepada Uwais yang berlalu pergi sambil menggiring untanya, lalu dia memberikan unta itu kepada pemiliknya, dia meninggalkan penggembalaan dan setelah itu dia hanya menghadapkan dirinya untuk beribadah. Nah begitulah kisah Uwais al Qarni bersama Khalifah Umar bin Khattab radiyallahuanhu.
Hingga akhirnya Umar ditaqdirkan Allah untuk bertemu Uwais yang zuhud. Saat utusan dari Yaman datang kepadanya, dia kembali bertanya, "Apakah di antara kalian ada yang bernama Uwais bin Amir?" Mereka menjawab, "ya." Lalu Umar pun berjalan mendatangi Uwais dan bertanya, "Apakah engkau Uwais bin Amir?"
Dia menjawab, "Ya."
Umar bertanya lagi, "Dari Bani Murad kemudian Bani Qaran?"
Uwais menjawab, "Ya."
Umar bertanya lagi, "Apakah engkau pernah terkena penyakit belang, lalu Allah menyembuhkannya kecuali yang tersisa hanya sebesar dirham?"
Uwais menjawab, "ya"
Umar bertanya lagi, "Apakah engkau memiliki Ibu?" Uwais menjawab, "ya."
Umar Bin Khattab pun berkata, "Aku mendengar Rasulullah -shalallahu alaihi wassalam- bersabda , 'Akan datang kepada Uwais bin Amir bersama utusan yang datang dari Yaman dari Bani Murad, dia memiliki penyakit belang lalu Allah menyembuhkannya kecuali yang tersisa hanya sebesar dirham, dia memiliki seorang ibu yang sangat dia taati dan dia perlakukan dengan baik.
Apabila dia bersumpah atas nama Allah maka dia akan melaksanakannya dengan benar, jika engkau mampu untuk meminta kepadanya agar dia memohonkan ampunan untukmu, maka lakukanlah.'
Dari hadits nabi di atas, maka Umar memohon agar Uwais mau mendoakan ampunan untuknya. Umar berkata, "Mohonkanlah ampunan untukku wahai Uwais."
Uwais menjawab, "Apakah pantas orang sepertiku memohonkan ampunan untuk orang sepertimu wahai Amirul Mukminin?"
Namun Umar terus mengulangi permohonannya. Maka Uwais pun memohonkan ampunan untuknya seraya berdoa, " Ya Allah ampunilah Umar Bin Khattab."
Kemudian Umar Bin Khattab kembali bertanya, "Kemana engkau akan pergi ?"
Uwais menjawab, "Aku akan pergi ke Kufah."
Umar berkata, "Bolehkah aku menuliskan surat untukmu kepada penguasa di sana?"
Uwais menjawab, "Aku lebih senang jika berada di antara orang-orang awam yang tidak terkenal di sana."
Lalu Umar melanjutkan perkataannya kepada Uwais, "Siapakah orang yang engkau tinggalkan di Yaman?"
Uwais menjawab, "Aku meninggalkan ibuku." Kemudian Umar terus mendesak lagi untuk memohonkan ampunan baginya,
Umar pun berkata kepada Uwais, "Sejak hari ini engkau adalah saudaraku maka janganlah engkau meninggalkan aku."
Pada saat itu Uwais melepaskan diri dari tangan Umar dan pergi ke Kufah untuk mencari rezeki serta mendekatkan diri kepada majelis para ulama dan orang-orang zuhud di negeri Irak.
Ketika Uwais hendak meninggalkan Umar bin Khattab untuk pergi ke Kufah, Umar bin Khattab berkata kepadanya, "Tetaplah di tempatmu, semoga Allah merahmatimu. Sampai aku masuk ke Makkah lalu memberimu tunjangan hidup dari harta pemberian pribadiku dan beberapa helai pakaian dari pakaian milikku."
Kemudian Umar menyakinkan lagi seraya berkata, "Tunggulah di sini wahai Uwais, tempat ini tempat perjanjian antara aku dan engkau."
Maka Uwais berkata, "Wahai Amirul Mukminin, tidak ada tempat perjanjian antara aku dan engkau, aku tidak yakin engkau akan mengenali aku lagi setelah hari ini, apa yang dapat aku lakukan dengan tunjangan itu wahai Amirul Mukminin dan apa yang dapat aku lakukan dengan pakaian itu? Bukankah engkau melihat saat ini aku mengenakan pakaian dari mantel kain wol? Pada saat engkau bertemu aku lagi, bisa jadi aku telah merobeknya, bukankah engkau melihat kedua sandalku ini ditambal? Pada saat engkau bertemu aku lagi, bisa jadi keduanya telah usang.
Wahai Amirul Mukminin di antara aku dan engkau ada rintangan yang menghalangi dan tidak dapat dilampaui kecuali orang yang kurus dan memiliki sedikit harta, maka jadikanlah aku orang yang sedikit hartanya. Semoga Allah merahmatimu wahai Amirul Mukminin, engkau dan aku akan berpisah di tempat ini."
Lalu Umar pun pergi ke Mekkah seraya mengucapkan salam perpisahan kepada Uwais yang berlalu pergi sambil menggiring untanya, lalu dia memberikan unta itu kepada pemiliknya, dia meninggalkan penggembalaan dan setelah itu dia hanya menghadapkan dirinya untuk beribadah. Nah begitulah kisah Uwais al Qarni bersama Khalifah Umar bin Khattab radiyallahuanhu.
5.
Salam
Nabi dan Undangan Umar untuk "Si Gila" Uwais Al-Qarni
“Mohon
kalian semua duduk,” kata Umar kepada rombongan yang datang di sekitaran
Ka'bah. Saat itu Umar sudah menjabat sebagai seorang khalifah. Artinya, itu
adalah era di mana Nabi Muhammad dan Abu Bakar As-Shidiq sudah meninggal dunia.
Keadaan
cukup ramai karena sudah memasuki bulan Dzulhijah. Musim haji telah tiba.
Orang-orang dari segala penjuru mendatangi kota Mekah untuk beribadah. Dan
wajarnya ibadah haji pada era itu, yang dibawa pun sekalian barang dagangan.
Ibadah sekalian berjualan. Itulah yang membuat keadaan di pusat kota Mekah saat
Umar mengumpulkan para calon jamaah haji jadi terlihat semakin riuh.
“Silakan
duduk, kecuali orang-orang yang berasal dari daerah Qaran,” lanjut Umar bin
Khattab. Semua orang-orang yang di hadapan Umar duduk bersila. Sedangkan
orang-orang dari Qaran tetap berdiri.
“Siapa
di antara kalian yang bernama Uwais?” tanya Umar kepada orang-orang yang masih
berdiri.
Semua
orang yang berdiri bergeming. Saling pandang satu sama lain, seperti saling
menyelidik dan bertanya-tanya. Umar pun paham, di antara orang-orang ini, tidak
ada orang yang dimaksud.
“Adakah
di antara kalian yang mengenal orang yang bernama Uwais al-Qarni?” tanya Umar
lagi dengan suara keras mengingat di hadapannya ada cukup banyak orang.
Kasak-kusuk
mulai terdengar, orang-orang ini mulai bingung. Ada apa sosok seterhormat
khalifah Umar menanyakan Uwais? Orang-orang Qaran ini heran. Uwais hanya orang
biasa, rakyat jelata, dan tidak punya kedudukan apapun. Bahkan bagi penduduk
Qaran, Uwais hanyalah orang gila yang dikucilkan dari masyarakat. Itulah yang
kemudian membuat salah satu pria yang berdiri sedikit maju ke depan untuk
berbicara kepada Umar.
“Wahai,
Umar. Apa yang Anda inginkan darinya? Uwais adalah orang yang tidak dikenal
kecuali oleh orang-orang sekitarnya. Ia tinggal di gubuk reyot. Hidup sendiri
dan tidak bergaul dengan manusia,” kata perwakilan orang Qaran ini.
Tanpa
diduga oleh orang-orang Qaran dan calon jamaah haji yang duduk, Umar justru
sumringah. Seperti menemukan seseorang yang selama ini ditunggu-tunggu. Dengan
sedikit terburu-buru Umar mendatangi orang tersebut.
“Sampaikan
salamku padanya. Pada Uwais. Mohon, mintakan kepadanya untuk segera menemuiku
di Mekah,” kata Umar.
Tentu
saja semua yang melihat ini bertanya-tanya. Siapa orang yang dimaksud Umar itu?
Dan apa yang membuatnya jadi terlihat begitu istimewa sampai seorang Umar—salah
satu sahabat terdekat Nabi Muhammad, khalifah penerus Abu Bakar
As-Shidiq—seperti berupaya keras untuk menyelidiki dan mencari sosoknya. Rasa
penasaran yang tidak hanya muncul dari orang-orang Qaran, tapi juga jamaah haji
yang sedang duduk.
Rasa
penasaran itu mengerucut pada satu pertanyaan: Siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni?
Uwais
adalah pria tambun, berkulit coklat gelap, kepalanya botak, berjenggot tebal
dan lebat. Sering mengenakan sorban dari kain wol, wajahnya cukup menjengkelkan
sekaligus punya tatapan mata yang menakutkan.
Paling
tidak, itulah kesan yang dilihat oleh Harim bin Hayyan al-‘Abdi, seorang muslim
yang bertemu dengan Uwais setelah kabar seorang Khalifah Umar mencari sosok
tidak dikenal itu sampai ke Kota Kufah di tepi Sungai Efrat.
Seperti
yang diceritakan ulang oleh Abu Al-Qasim An-Naisaburi dalam kitab Uqola
al-Majaaniin, kitab kebijaksanaan orang-orang yang dianggap gila atau memang
gila betulan, setelah mendapat pesan dari Umar, orang Qaran ini pun pulang ke
kampung halamannya setelah ibadah haji. Ia menyampaikan pesan istimewa ke Uwais
dengan penuh tanda tanya. Barangkali dalam hatinya, ada urusan apa seorang
Uwais, sosok yang dicampakkan di perkampungannya, malah mendapat “undangan
kenegaraan” langsung dari khalifah umat Islam sedunia.
Mendapat
undangan istimewa tersebut, tentu saja Uwais segera ke Mekah mendatangi Umar.
Begitu keduanya bertemu, Umar langsung menyapa, “Apakah benar Anda adalah
Uwais? Uwais Al-Qarni?” tanya Umar.
“Ya,
benar, wahai Amirulmukminin,” jawab Uwais.
“Apakah
Anda pernah memiliki penyakit kusta, lalu Anda berdoa dan penyakit Anda sembuh?
Lalu Anda berdoa kembali agar dikembalikan lagi penyakit kusta tersebut, lalu
dikabulkan lagi, tapi hanya setengah dari penyakit yang pertama?” tanya Umar.
Uwais
terkejut luar biasa melihat Umar tahu hal tersebut. Mengingat Uwais hanyalah
sebatang kara dan dianggap gila oleh orang-orang di sekitarnya.
“Benar
apa yang Anda sampaikan, Amirulmukminin,” kata Uwais masih terkejut, “Siapa
yang mengabari Anda tentang semua itu? Demi Tuhan, tidak ada yang mengetahui
peristiwa tersebut kecuali Tuhan.”
Umar
lalu menjawab, “Yang memberitahuku adalah Rasulullah. Beliau memerintahkanku
untuk memohon kepada Anda agar berkenan mendoakan saya.”
Karuan
saja Uwais semakin heran dengan penjelasan Umar. Namun sebelum keluar kata-kata
dari Uwais, Umar kembali melanjutkan kata-katanya.
“Karena
beliau bersabda tentang seorang pria yang memberi syafaat kepada orang-orang
yang jumlahnya lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudlar. Lalu beliau menyebut
namamu,” jelas Umar.
Apa
yang disampaikan Umar adalah hadis dari riwayat Hasan. Suatu kali Nabi Muhammad
bersabda, “Ada orang-orang dalam jumlah lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan
Mudlar kelak yang akan masuk surga karena syafaat seorang pria dari umatku.
Maukah kalian aku beritahu siapa nama pria itu?”
Para
sahabat menjawab, “Tentu saja, Wahai Rasulullah.”
“Pria
itu adalah Uwais Al-Qarni.”
Setelahnya lalu keluar
perintah Nabi untuk Umar, “Wahai Umar, apabila engkau menemukannya, sampaikan
salamku untuknya, berbincanglah dengannya sehingga dia mendoakanmu.” Sebuah
riwayat yang juga terdapat dalam kitab Shahih
al-Jami ash-Shaghir karya
Jalaluddin as-Suyuthi.
Mendengar segala keistimewaan itu Uwais bukannya jadi besar kepala, pesannya pun sederhana kepada Umar, “Wahai Amurilmukminin, saya punya permohonan untuk Anda,” kata Uwais.
“Apa itu, Uwais?” tanya Umar.
“Tolong sembunyikan soal jati diri saya yang Anda dengar dari Rasulullah dan izinkanlah saya untuk segera beranjak dari tempat ini,” kata Uwais.
Umar pun mengabulkan permohonan tersebut. Dalam kesaksian Harim bin Hayyan, Uwais berkata kepadanya, “Aku tidak suka perkara ini,” setelah Harim meminta hadis dari riwayat Uwais.
“Aku tidak ingin menjadi mukhaddits (ahli hadis), kadi (hakim), dan mufti (pencetus fatwa). Aku tak suka diriku sibuk dengan manusia,” jawab Uwais yang ingin menjauh dari gelar-gelar duniawi sekalipun itu terlihat seperti gelar dari agama.
Di tempat persembunyiannya itulah Uwais menghabiskan sisa hidupnya. Sampai kemudian keberadaan Uwais yang tidak terdeteksi oleh orang banyak itu muncul kembali saat ditemukan dalam keadaan tewas saat Perang Shiffin bergejolak.
Mendengar segala keistimewaan itu Uwais bukannya jadi besar kepala, pesannya pun sederhana kepada Umar, “Wahai Amurilmukminin, saya punya permohonan untuk Anda,” kata Uwais.
“Apa itu, Uwais?” tanya Umar.
“Tolong sembunyikan soal jati diri saya yang Anda dengar dari Rasulullah dan izinkanlah saya untuk segera beranjak dari tempat ini,” kata Uwais.
Umar pun mengabulkan permohonan tersebut. Dalam kesaksian Harim bin Hayyan, Uwais berkata kepadanya, “Aku tidak suka perkara ini,” setelah Harim meminta hadis dari riwayat Uwais.
“Aku tidak ingin menjadi mukhaddits (ahli hadis), kadi (hakim), dan mufti (pencetus fatwa). Aku tak suka diriku sibuk dengan manusia,” jawab Uwais yang ingin menjauh dari gelar-gelar duniawi sekalipun itu terlihat seperti gelar dari agama.
Di tempat persembunyiannya itulah Uwais menghabiskan sisa hidupnya. Sampai kemudian keberadaan Uwais yang tidak terdeteksi oleh orang banyak itu muncul kembali saat ditemukan dalam keadaan tewas saat Perang Shiffin bergejolak.
6.
Uwais
sang penduduk langit
Pada
zaman Nabi Muhammad S.A.W, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah,
pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan.
Kulitnya
kemerah-merahan. Dagunya menempel di dada kerana selalu melihat pada tempat
sujudnya. Tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya.
Ahli
membaca al-Quran dan selalu menangis, pakaiannya hanya dua helai dan sudah
kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakannya sebagai
selendang. Tiada orang yang menghiraukan, tidak terkenal dalam kalangan
manusia,namun sangat terkenal di antara penduduk langit.
Tatkala
datangnya hari Kiamat, dan tatkala semua ahli ibadah diseru untuk memasuki
Syurga, dia justeru dipanggil agar berhenti dahulu seketika dan disuruh memberi
syafa'atnya.
Ternyata
Allah memberi izin padanya untuk memberi syafa'at bagi sejumlah bilangan
qabilah Robi'ah dan qabilah Mudhor, semua dimasukkan ke Syurga dan tiada
seorang pun ketinggalan dengan izin-Nya.
Dia
adalah 'Uwais al-Qarni' siapalah dia pada mata manusia...
Tidak
banyak yang mengenalnya, apatah lagi mengambil tahu akan hidupnya. Banyak
suara-suara yang mentertawakan dirinya, mengolok-olok dan mempermainkan
hatinya.
Tidak
kurang juga yang menuduhnya sebagai seorang yang membujuk, seorang pencuri
serta berbagai macam umpatan demi umpatan, celaan demi celaan daripada manusia.
Suatu
ketika, seorang fuqoha' negeri Kuffah, datang dan ingin duduk bersamanya. Orang
itu memberinya dua helai pakaian sebagai hadiah. Namun, hadiah pakaian tadi
tidak diterima lalu dikembalikan semula kepadanya. Uwais berkata:
"Aku
khuatir, nanti orang akan menuduh aku, dari mana aku mendapatkan pakaian itu?
Kalau tidak daripada membujuk pasti daripada mencuri."
Uwais
telah lama menjadi yatim. Beliau tidak mempunyai sanak saudara, kecuali hanya
ibunya yang telah tua renta dan lumpuh tubuh badannya. Hanya penglihatan kabur
yang masih tersisa.
Bagi
menampung kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai pengembala kambing.
Upah yang diterimanya hanya cukup-cukup untuk menampung keperluan hariannya
bersama ibunya. Apabila ada wang berlebihan, Uwais menggunakannya bagi membantu
tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan.
Kesibukannya
sebagai pengembala dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi
kegigihan ibadahnya. Dia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di
malam harinya.
Uwais
al-Qarni telah memeluk Islam ketika seruan Nabi Muhammad S.A.W tiba ke negeri
Yaman. Seruan Rasulullah telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah
Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Islam
mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang
terdapat di dalamnya menarik hati Uwais. Apabila seruan Islam datang di negeri
Yaman, ia segera memeluknya, kerana selama ini hati Uwais selalu merindukan
datangnya kebenaran.
Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan
ajaran Nabi Muhammad S.A.W secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka
memperbaharui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah
sedihnya hati Uwais apabila melihat setiap tetangganya yang baru datang dari
Madinah. Mereka itu telah bertamu dan bertemu dengan kekasih Allah penghulu
para Nabi, sedang dia sendiri belum berkesempatan.
Kecintaannya
kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang
kekasih. Namun apakan daya, dia tidak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah.
Lebih dia beratkan adalah ibunya yang sedang sakit dan perlu dirawat. Siapa
yang akan merawat ibunya sepanjang ketiadaannya nanti?
Diceritakan
ketika terjadi perang Uhud Rasulullah S.A.W mendapat cedera dan giginya patah
kerana dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Khabar ini sampai ke pengetahuan
Uwais.
Dia
segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai
bukti kecintaannya kepada Rasulullah, sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari
berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tidak terbendung dan hasrat
untuk bertemu tidak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya
dalam hati, "Bilakah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah
beliau dengan dekat?"
Bukankah
dia mempunyai ibu yang sangat memerlukan perhatian daripadanya dan tidak
sanggup meninggalkan ibunya sendiri. Hatinya selalu gelisah siang dan malam
menahan kerinduan untuk berjumpa Rasulullah.
Akhirnya,
pada suatu hari Uwais mendekati ibunya. Dia meluahkan isi hatinya dan memohon
izin kepada ibunya agar diperkenankan untuk pergi menziarahi Nabi S.A.W di
Madinah.
Sang
ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau amat faham hati nurani anaknya, Uwais dan berkata,
"Pergilah
wahai anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Apabila telah berjumpa, segeralah
engkau kembali pulang."
Dengan
rasa gembira dia berkemas untuk berangkat. Dia tidak lupa untuk menyiapkan
keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar
dapat menemani ibunya selama mana dia pergi.
Sesudah
siap segala persediaan, Uwais mencium sang ibu. Maka berangkatlah Uwais menuju
Madinah yang berjarak lebih kurang empat ratus kilometer dari Yaman.
Medan
yang begitu panas dilaluinya. Dia tidak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang
curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang
hari, serta begitu dingin di malam hari. Semuanya dilalui demi bertemu dan
dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi S.A.W yang selama ini
dirinduinya.
Tibalah
Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi S.A.W,
diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina
'Aisyah R.A sambil menjawab salam Uwais.
Segera
sahaja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata baginda
tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang
perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tidak berada di
rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi S.A.W
dari medan perang.
Bilakah
beliau pulang? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua
dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman.
"Engkau
harus lekas pulang."
Atas
ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan
kemahuannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi S.A.W.
Dia
akhirnya dengan terpaksa memohon untuk pulang semula kepada sayyidatina 'Aisyah
R.A ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi S.A.W dan melangkah
pulang dengan hati yang pilu.
Sepulangnya
dari medan perang, Nabi S.A.W langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang
mencarinya. Nabi Muhammad S.A.W menjelaskan bahawa Uwais al-Qarni adalah anak
yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit dan sangat terkenal di
langit.
Mendengar
perkataan baginda Rasulullah S.A.W, sayyidatina 'Aisyah R.A dan para sahabatnya
terpegun.
Menurut
sayyidatina 'Aisyah R.A memang benar ada yang mencari Nabi S.A.W dan segera
pulang kembali ke Yaman, kerana ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia
tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah
S.A.W bersabda: "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni),
perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak
tangannya."
Sesudah
itu Rasulullah S.A.W, memandang kepada sayyidina Ali K.W dan sayyidina Umar R.A
dan bersabda:
"Suatu
ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia
adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi."
Tahun
terus berjalan, dan tidak lama kemudian Nabi S.A.W wafat, hinggalah sampai
waktu khalifah Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq R.A telah digantikan dengan
Khalifah Umar R.A.
Suatu
ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi S.A.W tentang Uwais al-Qarni,
sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali K.W untuk
mencarinya bersama.
Sejak
itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, mereka berdua selalu bertanya
tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama mereka. Di antara
kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan, apakah sebenarnya yang terjadi
sampai ia dicari oleh beliau berdua.
Rombongan
kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah menuju kota
Madinah.
Melihat
ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar R.A dan
sayyidina Ali K.W mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama
mereka.
Rombongan
itu mengatakan bahawa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka
di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, beliau berdua bergegas pergi menemui
Uwais al-Qarni.
Sesampainya
di khemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar R.A dan sayyidina Ali K.W memberi
salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri
solatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.
Sewaktu
berjabat tangan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan
kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais,
sebagaimana
pernah disabdakan oleh baginda Nabi S.A.W.
Memang
benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,
"Siapakah
nama saudara?"
"Abdullah."
Jawab Uwais.
Mendengar
jawapan itu, kedua sahabat pun tertawa dan mengatakan,
"Kami
juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?"
Uwais
kemudian berkata "Nama saya Uwais al-Qarni."
Dalam
pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.
Itulah
sebabnya, dia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu.
Akhirnya, Khalifah Umar dan sayyidina Ali K.W. memohon agar Uwais berkenan
mendoakan untuk mereka.
Uwais
enggan dan dia berkata kepada khalifah,
"Sayalah
yang harus meminta doa daripada kalian."
Mendengar
perkataan Uwais, Khalifah berkata,
"Kami
datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar daripada anda."
Karena
desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qarni akhirnya mengangkat kedua tangannya,
berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah
itu Khalifah Umar R.A berjanji untuk menyumbangkan wang negara daripada
Baitulmal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera sahaja Uwais menolak
dengan halus dengan berkata,
"Hamba
mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya,
biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi."
Setelah
kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam dan tidak terdengar beritanya.
Namun,
ada seorang lelaki pernah bertemu dan dibantu oleh Uwais. Ketika itu kami
berada di atas kapal menuju ke tanah Arab bersama para pedagang. Tanpa
disangka-sangka angin taufan berhembus dengan kencang.
Akibatnya,
hempasan ombak menghentam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan
menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki
yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami
memanggilnya.
Lelaki
itu keluar daripada kapal dan melakukan solat di atas air. Betapa terkejutnya
kami melihat kejadian itu.
"Wahai
waliyullah, tolonglah kami!" Namun, lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami
berseru lagi,
"Demi
Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!"
Lelaki
itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa
yang terjadi?"
"Tidakkah
engkau melihat bahawa kapal dihembus angin dan dihentam ombak?" Tanya
kami.
"Dekatkanlah
diri kalian pada Allah!" Katanya.
"Kami
telah melakukannya."
"Keluarlah
kalian daripada kapal dengan membaca Bismillahirrahmaanirrahiim!"
Kami
pun keluar daripada kapal satu persatu dan berkumpul. Pada saat itu jumlah kami
lima ratus lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu
kami serta isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu
orang itu berkata pada kami,
"Tidak
apalah harta kalian menjadi korban, asalkan kalian semua selamat."
"Demi
Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan?" Tanya kami.
"Uwais
al-Qorni." Jawabnya dengan singkat.
Kemudian
kami berkata lagi kepadanya,
"Sesungguhnya
harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang
dikirim oleh orang Mesir."
"Jika
Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membahagi-bahagikannya
kepada orang-orang fakir di Madinah?" Tanyanya.
"Ya!"
Jawab kami.
Orang
itu pun melaksanakan solat dua rakaat di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais
al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami
menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membahagi-bahagikan
seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tiada satu pun yang
tertinggal.
Beberapa
waktu kemudian, tersiar khabar Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah.
Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut
untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafan, di
sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafankannya.
Demikian
juga ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada
orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju
ke perkuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Syeikh
Abdullah bin Salamah menjelaskan,
"Ketika
aku ikut menguruskan jenazahnya hingga aku pulang daripada menghantarkan
jenazahnya, lalu aku ingin untuk kembali ke kubur tersebut untuk memberi tanda
pada kuburnya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas di kuburnya."
(Syeikh
Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais
al-Qarni pada masa pemerintahan sayyidina Umar R.A.)
Pemergian
Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi
hal-hal yang amat menghairankan. Sedemikian banyaknya orang yang tidak kenal
datang untuk mengurus jenazah dan pengebumiannya, padahal Uwais adalah seorang
fakir yang tidak dihiraukan orang.
Sejak
dia dimandikan hingga jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ
selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang.
Mereka
saling bertanya-tanya "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni?
Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tidak memiliki
apa-apa? Kerjanya hanyalah sebagai penggembala?"
"Namun,
ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya
manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenali. Mereka datang dalam jumlah
sedemikian banyaknya."
Agaknya
mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus
jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa
Uwais al-Qarni.
"Dialah
Uwais al-Qarni, tidak terkenal di bumi tapi sangat terkenal di langit."
7.
Wafatnya
uwais al qorni
Pada
masa pemerintahan Umar bin Khattab yang merupakan masa dimana penaklukan Islam
sedang berlangsung begitu dahsyat, kaum muslimin pergi untuk memerangi Negeri
Azerbaijan dan mencoba untuk menaklukkannya, maka jatuhlah panji-panji
kemusyrikan dan berjayalah panji-panji Islam di semua tempat.
Abdullah
bin Salamah salah seorang pahlawan pada pertempuran Azerbaijan, dia bercerita
tentang wafatnya Uwais Al Qarni. "Kami memerangi Azerbaijan pada masa
pemerintahan sahabat Umar Bin Khattab dan pada saat itu Uwais Al Qarni ada
bersama kami, setelah kami kembali dari pertempuran kami merasakan bahwa dia
sakit maka kami pun membawanya dan mengobatinya semampu kami, namun dia tidak
dapat bertahan dan meninggal dunia, lalu Kami pun berhenti dan ternyata di sana
ada sebuah kuburan yang telah digali, air yang mengalir terus-menerus, kain
kafan dan balsam. Maka kami pun memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya
dan menguburkannya.
Lalu
sebagian dari kami berkata kepada sebagian yang lain, "Seandainya kita
kembali lagi ke tempat itu maka kita pasti mengenali kuburannya." Kemudian
kami kembali lagi ke sana, namun kami tidak menemukan kuburan atau bekas
apapun.
Berita
meninggalnya Tabiin Uwais al Qarni telah tersebar kemana-mana. Baru saat itulah
penduduk Yaman mengetahuinya siapa Uwais al Qarni sebenarnya. Selama ini tidak
ada yang mengetahuinya sehingga banyak penduduk Yaman yang tidak tahu
keutamaannya. Selain itu hal ini juga disebabkan karena permintaan Uwais kepada
Umar agar merahasiakan tentangnya.
Dan
setelah meninggal para penduduk Yaman baru mendengar sabda Nabi mengenai Uwais
yang terkenal di langit dan tidak di bumi.
BAB 3
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Uwais al-Qarni sosok pribadi yang sangat sederhana. Hidupnya tidak
bergelimang engan harta. Ujian hidup yang dialami diterima dengan ikhlas dengan
tetap tidak meninggalkan usaha dan kerja keras untuk keluar dari ujian itu.
Termasuk ketika diuji penyakit kusta oleh Allah swt.
2.
Kritik
dan saran
DAFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar